Entah mengapa insiden
semalem membuatku hilang kendali dan akhirnya aku melek
sampai matahari terbit.
Kilaunya membuat sayup mataku tertutup dan kemudian malah jadi merem melek. Tak
tahu harus ngapain, semua terjadi begitu saja tanpa raga dan pikiran bisa
mengendalikannya. “Hmmmmmm capek gue”, ucapku. Sembari menata pikiran tentang
apa yang aku alami semalem, ku rambat merambat menuju tempat cucian, mengingat
tumpukan baju kotor berserakan kemana-mana. Semalem benar-benar membuat gue
sedikit frustasi dan mengalami goncangan rasa yang begitu dahsyat terbatin, sampai
tak berakal ku berkata “Tuhan apakah aku salah mengenai rasa ini…?”, sejenak
terbengong sambil mengucek pakaian kotor. Lambat laun tau-tau aku tak mengucek
pakaian lagi lantaran sudah selesai semuanya, lalu kubilas dan kemudian ku
jemur di atas loteng tempat biasa ku menjemur pakaian basah akibat cucuran
airmata yang terlalu deras.
Tak lepas dari perasaan
bingung yang mendalam serta gundah yang selalu mengusik ketenanganku, gue lantas
menuju sebuah sudut ruangan yang tak asing bagiku. Perlahan ku tata rapi
sajadah panjang membujur Mekah, keluarlah aku dan membasuh tubuhku. Kumasuki
tempat sacral yang membawaku merasa damai dan nyaman serta tenang. Kusujudkan
tubuhku menuju NYA. Batin membatin, rangkai merangkai, andai mengandai, kususun
sebuah syair do’a pada NYA….Amin.
Kembalilah menuju sebuah
latar megah ala kos-kosan terduduk ku termenung. Membaca setiap kejadian
panjang yang semalam ku alami. ”Rindu merindu menusuk batin, ‘kangen kangene
atiku marang sliramu’, sungguh takkan ada lagi airmata yang kan kau tambang
kekasih, karna sungguh rindu ini tlah bertambang dalam, begitu dalam pada
palung hatimu”, tanpa sadar terlontar sebuah ucapan spontan dari ruang
kunyahku.
Masih meresapi adegan
semalam yang membuatku begitu dalam merasakan kerinduan yang begitu menggunung
tertimbun retorika waktu. Tanpa teralas tanpa terbalas ku nikmati setiap
kerinduan yang semakin hari semakin menggila. Tak tahu sampai kapan ku terus
diam, tak tahu sampai kapan ku terus begini. Begitu dalam rasa yang
terinvestasi pada hati ini dan tak pernah merasa bangkrut dalam perusahaan
asmara. Seandainya ini uang, aku tahu betul harus ku kemanakan hasil investasi
yang semakin untung menggunung setiap harinya, namun sayang di sayangkan, ini
bukan tentang uang namun rasa yang tak tahu akan ku kemanakan.
Terpecah lamunku saat
gemuruh suara roda dua datang menghampiri, “aku titip motor ya, soalnya ni mau
muter sama bosku”, kata temanku yang ku ketahui 3th belakangan ini namanya
adalah Seno, “ya…taruh aja di garasi” sahutan ku. Secepat kilat dia pun
meninggalkan ku seorang diri dengan raga yang semakin tak ter-urus. 30 menit
berlalu ku hanya diam saja dan tak ada sepatah gerakan yang kutimbulkan. “misal
ada lomba lama-lamaan diem ni gue pasti menang”, batinku memecah lamunanku.
Tanpa tahu kapan,
dimana, apa, mengapa, bagaimana rasa ini kan tersalurkan, sejenak aku tak ingin
memikirkan hal itu. Sebuah opini yang menguras otak tuk bekerja 5 kali dari
biasanya ini membuat ku lelah, letih, lunglai dan dehidrasi tingkat stadium
5. Meskipun aku merasa kualahan
menghadapi rasaku sendiri, namun tak bosan-bosanya aku meladeninya(rasaku).
Akhirnya ku mulai
bangkit dari lamunanku yang memenjarakan aku selama ribuan detik lalu dan
menuju kesebuah kotak 2*3 meter itu untuk merebahkan raga semakin rapuh oleh
oksigen yang terhisap dalam diri. Semoga saja aku dapat tertidur dan nyamankan
pikiranku.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusThank's
BalasHapus