CERITA KU MENANTIMU
Tak satupun
kata terucap hingga butiran air menghujani raga siang ini. Tak mengerti apa
yang harus ku perbuat untuk hari ini. Dikala siang mulai lengserkan surya ke
ufuk barat aku masih saja terdiam dan terus terdiam. Belum sepatah katapun
terlontar hingga gemerincing air menjadi deras. Bingung campur kesel juga
penasaran, sebenarnya apa yang terjadi denganku dan kehidupan yang selalu tak
menjadi kehidupan saat ku sentuh. Alunan full track lagu-lagu dari band terkenal dari album pertama hingga
akhirnya berubah nama menjadi NOAH
ini yang mengiringi gerimis deras ku. Terdengar beberapa lagu yang memang
terselubung cerita dalam alur hidupku. Sampai akhirnya ku ikut menyanyikan salah
satu lagunya, yah “Dibalik Awan”
judulnya.
“tempatku
melihat, dibalik awan, aku melihat dibalik hujan, tempatku terdiam, tempat
bertahan, aku terdiam dibalik hujan”, sahutku bersuara.
Hmmmm rasanya lagu ini pas banget dengan
keadaan ku yang selalu menjauh dari kehidupan setelah beberapa bongkah cerita
saat aku menyentuhnya. Benar saja semuanya sirna dan tenggelam lebih dalam. Sambil
menenggak kopi gula jawa yang ku buat, aku menikmati suasana siang ini. Tak tahu
berapa lama aku berhujan hujan di loteng, rasanya tubuh ini tak menggigil
sedikitpun, bahkan merasa anehpun tidak.
Rintik hujan
menjadi derasnya bercampur angin yang menyambar, tak sedikit kilat yang slalu
hadir menerangi kelabu hari ini. Tenang nyaman sedikit basah terasa, terbuka
rindu yang begitu mendalam pada seseorang yang selalu aku impikan setiam gelap
menyelimuti. Semakin deras semakin tebal saja rindu yang tercipta. Sudah 2 hari
ini dia tak menanggapiku, entah memang dia seperti itu atau yang lainnya aku
tak tahu, yang jelas ku tahu dia lagi sibuk, itu saja. Disaat kesibukannya
semakin berat, semakin berat juga rasa rindu ini padanya. Rintik gerimis kemarin
malam aku bertengger pada sebuah genting yang ada pada loteng tempatku
menginap. Kucari sinyal wifi agar dapat tersambung dengan sebuah social message
dan hanya untuk ber chatting ria dengannya. Satu menit berubah menjadi lima
menit, berevolusi menjadi 30 menit dan akhirnya bermetamorfosa menjadi 1 jam
dan akhirnya tak ada tanggapan darinya. Tak tahu mengapa aku hanya diam saja
tak bergeser sedikitpun dari tempatku bertengger. Menunggu, menanti dan berharap,
menunggu dia membalas pesanku, menanti dering gadgetku dan berharap dia
menanggapiku, namun semua tak kudapati. Masih saja ku belum beranjak, dan terus
bertengger hingga akhirnya basah kuyup ragaku karna gerimis. Entah sudah berapa
lam aku ada di atas sana, yang jelas saat itu badanku terasa menggigil karna
dingin menguak daging dan menembus tulang rusukku. Semakin sesak terasa
paru-paru ini bercampur rindu yang menggigil. Mungkin terdengar bodoh bila aku
sampai segitunya menanti sebuah pesan, namun itulah kenyataan yang aku
ciptakan.
Selepas pikirku
sia-sia saja, aku bangkit dari atap loteng dimana aku sekian jam menanti nya
lalu turunlah aku pada sebuah kamar mandi dan mulai membasuh tubuhku dengan air
bak. Setelah kejadian yang aku ciptakan tadi ku rasa, seluruh sekenario yang
aku perbuat, entah masuk akal atau tidak, tergolong nekat atau malah lebay, tak pernah sedikitpun rasa
menyesal hinggap pada rasaku yang selalu tertuju padanya. Tak tahu mengapa aku
bisa seperti ini dan terlebih lagi ini adalah hal yang pertama kalinya aku
rasakan pada sebuah ciptaan terindah dari sang penguasa. Benar-benar tak ada
sedikitpun rasa yang aneh dengan apa yang aku perbuat.
Waktu menunjukan
02.00 dini hari, dan aku masih terduduk rapi pada sebuah layar notebook yang
menyala. Rasa kantuk pun seakan tak mampu hinggap pada kelopak mata ini. “hmmmmmm…akankah terus seperti ini”, batinku.
Lama kelamaan aku juga merasa seperti gembel merindukan seorang wanita cantik
anak orang pengusaha kaya yang menjadi primadona alam, tak mungkin rasanya aku
mendapatkannya. Dan tak tahu waktu menunjuk angka berapa, aku mulai tersandar
pada mimpi yang nyata.
Yah itulah
cerita dibalik malamku yang kelam kemarin. Sampai detik ini pun belum ada kabar
darinya yang sedari malam aku nantikan. Tak mengapa bagi raga ini terus
menanti, yang ingin ku mau hanyalah dia bisa mengerti dengan apa yang aku
rasakan. Yah hanya cukup mengerti saja, bukan menjadi apa yang aku mau, karna
itu sama saja memaksa nya menjadi orang lain dan bukan dirinya lagi. Lambat laun
hujan deras mulai reda berganti dengan nada gerimis yang mengoyak batin.
Sampailah
di penghujung ceritaku, alunan lagu NOAH masih terdengar dengan tajuk “Bintang
Di Surga”, mengiringi ku mengakhiri cerita hari ini.
“Masihku
merasa angkuh, terbangkan angan ku jauh. Langitkan menangkapku, walau ku terjatuh”.
__Dan Selamat Sore Semua__
Tidak ada komentar:
Posting Komentar